Selamat Datang Di KUA Kec. Grogol Petamburan Kota Administrasi Jakarta Barat. Kami Siap Melayani Anda dengan Paradigma Baru. Sesuai dengan PP 48 tahun 2014 Tarif Pelayanan Pencatatan Nikah di Kantor KUA Rp. 0,- dan Jika dikehendaki Pelaksanaan Akad Nikah di luar KUA diwajibkan menyetor Rp.600.000,- ke Kas Negara.

We are on Youtube

Selasa, 23 Desember 2014

Berapa Usia Alam Semesta ini...?

Sahabat KUA Grogol Petamburan....

Sejenak yuk kita merenung....dan  menghitung ......  berapa kira-kira umur alam semesta ini ......?
Bukan melalui penelitian panjang selama bertahun-tahun…
Akan tetapi,  cukup dengan beberapa ayat di dalam Al Qur’an…

Hasilnya ???!
Umur Semesta diperoleh angka 18,26 milyar tahun…
Kok bisa secanggih itu ya?
Terus bagaimana angka 18,26 milyar bisa diperoleh ?
  • Berdasarkan informasi Al Qur’an, keberadaan alam dunia tidak lebih dari 1 hari. Ini termuat dalam QS. Thaha ayat 104.

Artinya : “Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan, ‘Kami tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja.’.”
  •  Sehari langit sama artinya dengan 1.000 tahun perhitungan manusia. Dijelaskan dalam QS. Al Hajj ayat 47.

“Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar adzab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”
  •  Sehari kadarnya 50.000 tahun yang termuat dalam QS. Ma’arij ayat 4.

“Para malaikat dan Jibril naik, (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.”


Bila 1 tahun manusia adalah 365,2422 hari, maka sehari langit diperoleh:
365,2422 x 50.000 x 1.000 x 1 diperoleh 18,26 milyar tahun.

Wah, ini perhitungan matematika yang sangat canggih!
Ternyata paparan itu dibuktikan oleh pendapat Moh. Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything. Dia menyatakan kalau umur alam semesta itu 17—20 milyar tahun. Sementara, Profesor Jean Claude Batelere bilang kalau umur semesta itu kisarannya ada di 18 milyar tahun. Terus ditambah dengan teori NASA yang mengeluarkan data umur semesta itu ada di kisaran 12—18 milyar tahun.

Menurut Michael Pierce (Indian University) dan Jeremiah Ostriker (Princeton University), Mereka mempelajari evolusi bintang dan pembentukan unsur-unsur yang lebih berat dari Helium dalam gugus-gugus bola, yaitu gugus-gugus bintang yang amat tua. Dengan demikian usia gugus-gugus bola itu dapat dihitung. Menurut mereka, usia bintang tertua yang terdapat di dalam gugus bola M92 berusia sekitar 16-19 milyar tahun. Bahkan diduga usia bintang-bintang yang terdapat di pusat gugus bola itu mungkin lebih tua lagi. (sumber:http://www.as.itb.ac.id/~ferry/)

Para ilmuwan dengan segala peralatan canggihnya dan ilmu ’tingginya’ berusaha menguak berapa umur semesta, ternyata sebenarnya di dalam Al Qur’an sudah tertera dengan begitu jelasnya tentang misteri itu.
Apakah anda percaya… dengan semua perhitungan di atas ?

boleh diyakini kebenarannya… boleh juga tidak…
WaLlahu a’lamu bisshawab…

(honour: http://riimaya.blogspot.com/2012/05/menghitung-umur-semesta.html)
Baca Selengkapnya...

Rabu, 17 Desember 2014

PENJELASAN MENGENAI REBO WEKASAN




Sahabat KUA Grogol Petamburan,


Hari ini Rabu17 Desember 2014 M. bertepatan dengan 24 Shafar 1436 H. disebut sebagai hari Rebo Wekasan atau hari Rabu terakhir di bulan Shafar 1436 H.


Sebagian Ulama mengajarkan beberapa amalan di hari ini, di antaranya solat sunnat untuk memohon perlindungan kepada Alloh SWT dari berbagai bala bencana, sebagian lagi merendam rajah/suwuk/wifik tertentu di tempayan / bak penampungan air untuk di pakai mandi atau minum. Dan berbagai ritual lain yang dilakukan masyarakat.


Ada berbagai tulisan yang dapat kita baca untuk menambah wawasan dan menjawab keingin tahuan kita tentang Rebo Wekasan; di antaranya seperti yang kami kutipkan di bawah ini :


Bulan Shafar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah Islam. Sebagaimana bulan lainnya, ia merupakan bulan dari bulan-bulan Allah yang tidak memiliki kehendak dan berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.


Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, sering mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial. Tasa'um (anggapan sial) ini telah terkenal pada umat jahiliah dan sisa-sisanya masih ada di kalangkan muslimin hingga saat ini.


Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah,


"Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa." (H.R.Imam al-Bukhari dan Muslim).


Ungkapan hadits laa ‘adwaa’ atau tidak ada penularan penyakit itu, bermaksud meluruskan keyakinan golongan jahiliyah, karena pada masa itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir Allah.


Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah. Penularan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir Allah. Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda: “Janganlah onta yang sakit didatangkan pada onta yang sehat”.


Maksud hadits laa thiyaarota atau tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk adalah bahwa sandaran tawakkal manusia itu hanya kepada Allah, bukan terhadap makhluk atau ramalan. Karena hanyalah Allah yang menentukan baik dan buruk, selamat atau sial, kaya atau miskin. Dus, zaman atau masa tidak ada sangkut pautnya dengan pengaruh dan takdir Allah. Ia sama seperti waktu- waktu yang lain, ada takdir buruk dan takdir baik.


Empat hal sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas itulah yang ditiadakan oleh Rasulullah dan ini menunjukkan akan wajibnya bertawakal kepada Allah, memiliki tekad yang benar, agar orang yang kecewa tidak melemah di hadapkan pada perkara-perkara tersebut.


Bila seorang muslim pikirannya disibukkan dengan perkara-perkara tersebut, maka tidak terlepas dari dua keadaan. Pertama: menuruti perasaan sialnya itu dengan mendahulukan atau meresponsnya, maka ketika itu dia telah menggantungkan perbuatannya dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Kedua: tidak menuruti perasaan sial itu dengan melanjutkan aktivitasnya dan tidak memedulikan, tetapi dalam hatinya membayang perasaan gundah atau waswas. Meskipun ini lebih ringan dari yang pertama, tetapi seharusnya tidak menuruti perasaan itu sama sekali dan hendaknya bersandar hanya kepada Allah.


Penolakan akan ke empat hal di atas bukanlah menolak keberadaannya, karena kenyataanya hal itu memang ada. Sebenarnya yang ditolak adalah pengaruhnya. Allah-lah yang memberi pengaruh. Selama sebabnya adalah sesuatu yang dimaklumi, maka sebab itu adalah benar. Tapi bila sebabnya adalah sesuatu yang hanya ilusi, maka sebab tersebut salah.


Muktamar NU yang ketiga, menjawab pertanyaan “bolehkah berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan, sebagaimana tercantum dalam kitab Lathaiful Akbar” memilih pendapat yang tidak mempercayai hari naas dengan mengutip pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut ini:


“Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).


Indikasi Kesialan dalam Quran dan Hadits


Mungkin ada pertanyaan, bagaimana dengan firman Allah Ta’ala, yang artinya:’’Kaum ‘Aad pun mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku, Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang” (Q.S al-Qamar (54:18-20).


Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim al-Tanzil menceritakan, bahwa kejadian itu (fi yawmi nahsin mustammir) tepat pada hari Rabu terakhir bulan Shafar. Orang Jawa pada umumnya menyebut Rabu itu dengan istilah Rabu Wekasan. Hemat penulis, penafsiran ini hanya menunjukkan bahwa kejadian itu bertepatan dengan Rabu pada Shafar dan tidak menunjukkan bahwa hari itu adalah kesialan yang terus menerus.


Istilah hari naas yang terus menerus atau yawmi nahsin mustammir juga terdapat dalam hadis nabi. Tersebut dalam Faidh al-Qadir, juz 1, hal. 45, Rasulullah bersabda, “Akhiru Arbi’ai fi al-syahri yawmu nahsin mustammir (Rabu terakhir setiap bulan adalah hari sial terus).”


Hadits ini lahirnya bertentangan dengan hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari sebagaimana disebut di atas. Jika dikompromikan pun maknanya adalah bahwa kesialan yang terus menerus itu hanya berlaku bagi yang mempercayai. Bukankah hari-hari itu pada dasarnya netral, mengandung kemungkinan baik dan jelek sesuai dengan ikhtiar perilaku manusia dan ditakdirkan Allah.


Bagaimana dengan pandangan Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur Fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur (penulis sendiri terus terang belum mengetahui dan meneliti kebenaran nama dan kitab ini, bahkan dalam beberapa tulisan kitab ini disebut dengan Kanzun Najah Was-Suraar Fi Fadhail Al-Azmina Wash-Shuhaar dan Kanju al-Najah wa al-Surur fi al-Adiyati al-Lati Tasrohu al-Sudur) yang menjelaskan: banyak para Wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual yang tinggi mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allah menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar.


Oleh sebab itu hari tersebut menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun. Maka barangsiapa yang melakukan shalat 4 rakaat (nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali; lalu setelah salammembaca do’a, maka Allah dengan kemurahan-Nya akan menjag a orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.


Mengenai amalan-amalan tersebut di atas, mengutip KH. Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang, para ulama yang menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo Wekasan berpendapat (dikutip dengan penyesuaian):



Pertama, tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Shofar, yang ada hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus, dan hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.


Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’.Ada anjuran dari sebagian ulama’ tasawwuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.


Ketiga, tidak boleh, kecuali hanya sebatas sholat hajat lidaf’ilbala’almakhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (sholat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.


Mengutip pandangan Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftakhul Akhyar tentang hadits kesialan terus menerus pada Rabu terakhir tiap bulan, dinyatakan:


“Naas yang dimaksud adalah bagi mereka yang meyakininya, bagi yang mempercayainya, tetapi bagi orang-orang yang beriman meyakini bahwa setiap waktu, hari, bulan, tahun ada manfaat dan ada mafsadah, ada guna dan ada madharatnya. Hari bisa bermanfaat bagi seseorang, tetapi juga bisa juga naas bagi orang lain…artinya hadits ini jangan dianggap sebagai suatu pedoman, bahwa setiap Rabu akhir bulan adalah hari naas yang harus kita hindari. Karena ternyata pada hari itu, ada yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiar meyakini, bahwa semua itu adalah anugerah Allah.” Wallahu ‘A’lam.



Sumber : http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,10-id,41663-lang,id-c,ubudiyah-t,Penjelasan+Mengenai+Rebo+Wekasan-.phpx
Baca Selengkapnya...

Kamis, 30 Oktober 2014

Angan-angan Mereka yang telah tiada, part-1

Sahabat KUA Grogol Petamburan, rahimakumullah...

Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki angan-angan yang ingin direalisasikan menjadi sebuah kenyataan. Kebanyakan angan-angan itu tertuju pada meraih jabatan tinggi, harta berlimpah, istri cantik jelita nan mempesona, rumah luas dengan fasilitas lengkap nan mewah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya yang diimpikan banyak orang.
Di sisi lain, ada si miskin yang ingin menjadi kaya raya; ada si sakit yang ingin segera sembuh dari sakitnya dan bisa kembali menikmati dunia; dan ada si kaya yang sangat benci kemiskinan tapi terus merasa dirinya miskin, sehingga semangatnya untuk menambah kekayaan tidak pernah surut.

Memang benar apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa angan-angan manusia di dunia tidak akan pernah habis sampai mereka masuk ke dalam kubur:
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُرَابُ وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Seandainya seseorang memiliki satu lembah emas, niscaya dia ingin memiliki dua lembah emas lagi, dan tidak ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali debu (tidak ada yang bisa menghentikan keinginannya kecuali kematian) dan Allah menerima taubat orang yang bertaubat (HR. Bukhari)

Namun, bagaimanapun angan-angan di dunia ini selama masih ada kesempatan, maka masih bisa di usahakan dan masih ada kemungkinan menjadi sebuah kenyataan. Yakni dengan melakukan sebab-sebab yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
Pada kesempatan ini, kami tak hendak mengajak sahabat sekalian untuk memiliki angan-angan dunia yang muluk-muluk, tapi kami hendak mengajak agar kita merenungi angan-angan sebagian orang yang sudah tidak lagi memiliki kesempatan  untuk merealisasikannya. Angan-angan mereka sudah terputus dari sebab. Mereka adalah orang yang sudah meninggal dunia.
Kalau begitu pertanyaannya adalah : apa yang menjadi angan-angan mereka yang telah meninggal dunia? Setelah mereka melihat kenikmatan atau siksaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terpampang di depan mata mereka? Masihkah mereka menginginkan kenikmatan dunia yang telah banyak menyita perhatian dan melalikan sebagian  besar manusia, termasuk barangkali, kita yang saat ini masih hidup di alam dunia ini?

Sahabat KUA Grogol Petamburan, rahimakumullah...

Orang-orang yang sudah meninggal dunia itu bermacam-macam, ada yang baik dan ada pula yang buruk; ada yang shalih dan ada tholih atau durhaka; ada yang ditangisi kematiannya dan ada pula yang diharapkan kematiannya. Masing-masing orang ini memiliki angan-angan yang berbeda. Angan-angan mereka ini telah dijelaskan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam juga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, diantaranya :

Pertama; orang-orang shalih ingin segera di bawa ke kuburnya setelah ia  meninggal;
Disebutkan dalam shahih al-Bukhari dari hadits Abi Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:
إذَا وُضِعَتْ الْجِنَازَةُ فَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ : قَدِّمُونِي قَدِّمُونِي ، وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ : يَا وَيْلَهَا أَيْنَ يَذْهَبُونَ بِهَا ، يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْإِنْسَانَ وَلَوْ سَمِعَهَا الْإِنْسَانُ لَصَعِقَ
Apabila jenazah sesorang diletakkan lalu orang-orang mengangkatnya di atas pundak-pundak mereka, maka jika orang itu baik, dia berkata; segerakanlah aku, segerakanlah aku, sedangkan jika tidak baik, ia berkata; celaka, hendak kemana mereka pergi? Ungkapan ini di dengar suaranya oleh semuanya kecuali manusia, seandainya dia juga mendengar tentu pingsan.
Mengapa orang sholeh ingin segera dibawa ke kubur setelah meninggal dunia? Dan mengapa orang yang durhaka tidak terima jasadnya dikuburkan?.  Jawabnya karena alam kubur itu bisa jadi raudhoh min riyadhil jannah (taman sorga yang indah bagi orang soleh) atau hufroh min hufarin niiroon (persekot siksa neraka bagi orang yang durhaka).

Kedua; Orang-orang berdoa agar kiamat dipercepat
Disebutkan dalam hadits yang panjang yang dikeluarkan imam Ahmad dalam Musnadnya bahwa ketika seorang di dalam kubur bisa menjawab dengan benar pertanyaan dua malaikat kemudian datang kabar gembira dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa dia termasuk penghuni surga, maka hamba tersebut memohon agar hari kiamat dipercepat kedatangannya.
Ini adalah angan-angan orang shalih setelah melihat tempatnya di surga, padahal hari kiamat adalah hari yang tersulit dan terberat bagi manusia. Ini sangat berbeda dengan kaum munafik dan orang orang kafir. Mereka memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar hari kiamat tidak datang, padahal di dalam kubur mereka mendapatkan siksa yang sangat pedih. Namun karena mereka tahu bahwa siksa di neraka itu jauh lebih menyakitkan dan lebih pedih, sehingga mereka lebih memilih tetap disiksa di dalam kuburnya.

Sahabat KUA Grogol Petamburan, rahimakumullah...

Ketiga; Angan-angan orang yang mati syahid
Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabda beliau berbunyi;
مَا أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَلَهُ مَا عَلَى الْأَرْضِ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا الشَّهِيدُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيُقْتَلَ عَشْرَ مَرَّاتٍ لِمَا يَرَى مِنْ الْكَرَامَةِ
“Tidak ada seorangpun yang masuk surga kemudian ingin kembali ke dunia kecuali orang yang mati syahid, dan dia tidak menginginkan apapun di dunia kecuali mati syahid. Dia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian terbunuh sebanyak sepuluh kali, ini disebabkan oleh kemuliaan (keutamaan mati syahid) yang dia saksikan.” (HR. Bukhori)
Kaum muslimin, rahimakumullah

Demikianlah beberapa angan-angan orang-oarng shalih yang sudah meninggal dunia, lalu bagaimana angan-angan orang yang durhaka dan lalai semasa hidup mereka di dunia?
Diantara angan-angan mereka adalah:
Pertama,  mereka berangan-angan ingin mengeluarkan sedekah.
Seseorang yang akan meninggal dunia (dalam sakratul maut) berangan-angan untuk hidup kembali diberi kesempatan hidup agar dapat mengeluarkan sedekah dan menjadi orang shaleh, sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam Alquran (yang artinya):
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?” (QS. al-Munafiqun: 10)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata “Setiap orang yang lalai (di masa hidupnya) pasti akan menyesal di saat nyawanya akan dicabut. Ia memohon agar umurnya di perpanjang walau hanya sesaat untuk melaksanakan amal shaleh yang selama ini ia tinggalkan.”
Kedua, melaksanakan amal shaleh
Angan-angan terbesar orang yang sudah meninggal dunia adalah bisa hidup kembali dan melaksanakan amal shaleh;
حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata:”Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (QS. al-Mukminun: 99-100)

Sahabat KUA Grogol Petamburan, rahimakumullah...

Inilah keadaan yang dialami oleh orang-orang kuffar dan orang yang lalai dari perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sewaktu masih hidup di dunia. Saat kematian menjemput barulah ia sadar dan memohon kepada Allah untuk di tangguhkan kematiannya walaupun hanya sesaat agar ada kesempatan untuk beramal.
Tapi tentu, angan-angan ini tetap hanya sebatas angan-angan yang tidak akan mungkin diwujudkan, karena Allah telah menetapkan orang yang sudah meninggal tidak akan di kembalikan lagi ke dunia.
Maka sudah sepantasnya bagi kita yang masih diberi kesempatan hidup dan berada di alam dunia iniagar bersegera dan berlomba  melaksanakan dan mewujudkan  angan-angan baik berupa keinginan untuk menambah dan memperbaiki amal soleh, sebagai bekal untuk bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala....sehingga tidak ada penyesalan pada hari yang tiada guna sesal dan harapan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa memanfaatkan waktu hidup di dunia ini untuk melaksanakan amal shaleh.

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
Baca Selengkapnya...

Angan-Angan Mereka Yang Telah Tiada, part 2




Angan-Angan Mereka Yang Telah Tiada


Angan-angan mereka yang telah mati ialah kembali ke dunia meski sejenak untuk menjadi orang shalih. Mereka ingin taat kepada Allah, dan memperbaiki segala kerusakan yang dahulu mereka perbuat. Mereka ingin berdzikir kepada Allah, bertasbih, atau bertahlil walau sekali saja. Namun mereka tidak lagi diijinkan untuk itu. Kematian serta-merta memupuskan segala angan-angan tersebut. Allah ta’ala berfirman mengenai mereka
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (٩٩)لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ(100)٠
“Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (Qs Al Mukminun: 99-100)
Begitulah kondisi orang mati, mereka telah melihat akhirat dengan mata kepala mereka. Mereka tahu pasti apa yang telah mereka perbuat dan apa yang mereka terima. Dahulu mereka demikian mudah menyia-nyiakan waktu yang amat berharga untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bagi akhirat mereka. Kini mereka sadar bahwa detik-detik dan menit-menit yang hilang tersebut sungguh tidak ternilai harganya.
Dahulu, kesempatan itu ada di depan mata, namun tidak mereka manfaatkan. Sekarang, mereka siap menebus kesempatan itu berapapun harganya! Sungguh tak terbayang alangkah ruginya dan alangkah besarnya penyesalan mereka..
Memang, saat manusia paling lalai terhadap nikmat Allah ialah ketika ia bergelimang di dalamnya. Ia tidak menyadari betapa besarnya kenikmatan tersebut, kecuali setelah kenikmatan itu tercabut darinya. Sebab itu, kita yang masih hidup sungguh berada dalam kenikmatan yang besar. Karenanya, jangan kita biarkan semenit pun berlalu tanpa ibadah walau sekedar mengucapkan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil.
Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ada dua orang Arab badui datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya bertanya kepada beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Hai Muhammad, siapakah lelaki yang terbaik?’ ‘Yang panjang umurnya dan baik amalnya.’ jawab Rasulullah. Kemudian yang satu lagi bertanya, ‘Sesungguhnya ajaran Islam terlampau banyak bagi kami, lalu adakah amalan yang mencakup banyak kebaikan yang dapat kami tekuni?’ ‘Usahakan agar lisanmu selalu basah dengan dzikrullah’, jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
Tidakkah pembaca tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk memuji Allah saat bangun tidur, karena Dia telah menghidupkan kita setelah mati, dan mengijinkan kita untuk kembali mengingat-Nya? Benar, tidur memang identik dengan kematian. Saat tidur, manusia berhenti dari segala aktivitasnya dan acuh akan apa yang terjadi di sekelilingnya. Alangkah miripnya ia dengan orang mati, andai saja Allah tidak mengembalikan ruhnya.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي فِي جَسَدِي وَرَدَّ عَلَيَّ رُوحِي وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ
“Jika seorang terbangun hendaklah mengucapkan AL HAMDULILLAAHILLADZII ‘AAFAANII FII JASADII WA RADDA ‘ALAYYA RUUHII WA ADZINA LII BIDZIKRIHI. (Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku tubuhku, dan mengembalikan nyawa kepadaku, serta mengizinkanku untuk berdzikir kepadaNya).” (HR. Tirmidzi)
Sekarang kita masih mengenyam nikmatnya hidup, kita masih bisa menambah pahala dan menghapus dosa. Ingatlah bahwa suatu saat Anda akan tutup usia, dan semuanya menjadi angan-angan. Oleh karena itu, marilah kita wujudkan angan-angan itu mulai sekarang!
Ibrahim bin Yazid al-Abdi mengatakan, “Suatu ketika Riyah al Qaisy mendatangiku seraya berkata, ‘Hai Abu Ishaq –julukan Ibrahim-, ayo ikut bersamaku menemui penghuni akhirat dan marilah kita mengikat janji setia di samping mereka.” Lalu aku pun pergi bersamanya ke sebuah pemakaman. Kami duduk di samping salah satu kuburan di sama, kemudian Riyah berkata,
“Hai Abu Ishaq, kira-kira apakah yang diangankan oleh mayit ini jika ia diminta berangan-angan?”
“Demi Allah, ia pasti ingin dikembalikan ke dunia agar bisa taat kepada Allah dan memperbaiki amalnya,” jawabku.
“Nah, kita sekarang berada di dunia. Karenanya, marilah kita taat kepada Allah dan memperbaiki amal kita,” sahut Riyah.
Maka Riyah bangkit meninggalkan kuburan tersebut dan mulai bersungguh-sungguh dalam beribadah. Ternyata tak lama berselang, ia dipanggil menghadap Allah, semoga Allah merahmatinya.
Saudaraku, jika Anda menziarahi pemakaman, carilah kuburan kosong dan duduklah di sampingnya. Perhatikan liang kubur yang sempit itu, dan bayangkan kalau Anda berada di sana ketika papan-papan kayu menutup tubuh Anda, lalu bongkahan tanah menimbun, kemudian sanak keluarga dan handai taulan pergi satu persatu. Anda terbaring sendirian dalam keheningan dan kegelapannya, tak ada teman di sana, dan tak ada yang Anda lihat selain amal Anda. Kiranya apa yang Anda damba-dambakan di saat menegangkan tersebut??
Bukankan Anda ingin kembali ke dunia supaya beramal shalih? Supaya shalat walau satu rakaat? Atau bertasbih dan berdzikir meski sekali?
Nah, sekaranglah waktunya…!!
Ibrahin At Taimi mengatakan, “Aku membayangkan tatkala diriku dicampakkan ke neraka, Lalu kumakan buah Zaqqum dan kuminum nanah, sedang tubuhku terkait dengan rantai dan belenggu. Saat itu kutanya diriku, “Apa yang kamu dambakan sekarang?” maka jawabnya, “Aku ingin kembali ke dunia dan beramal shalih,” maka aku berkata, “Engkau sedang berada dalam angan-anganmu sekarang, maka beramallah!” (Lihat Umniyat al Mauta)
Saudaraku, tatkala Anda ziarah kubur atau mengiring jenazah, janganlah menjadi orang yang lalai. Jangan sibukkan diri Anda dengan mengobrol, namun ingatlah angan-angan mereka yang terkubur di sekeliling Anda, merekalah orang-orang yang kini tertawan oleh amal perbuatan mereka.
Jika hawa nafsu mengajak Anda bermaksiat, ingatlah angan-angan mereka yang tiada.Mereka ingin dihidupkan lagi untuk taat kepada Allah, lalu mengapa Anda justru bermaksiat?
Jika Anda merasa lesu untuk beramal, ingatlah angan-angan mereka yang tiada…
Konon ar Rabi’ bin Khutsaim menggali kuburan di halaman rumahnya. Jika dia merasa hatinya mulai keras, ia letakkan belenggu di lehernya lalu berbaring dalam kuburan tersebut selama beberapa waktu, kemudian berteriak, “Ya Rabbi, kembalikan aku ke dunia agar aku beramal shalih!!” sembari mengulang-ulangnya. Setelah itu ia bangun dan berkata kepada dirinya, “Hai Rabi’, kini permintaanmu telah terkabul, maka beramallah sebelum tiba saat engkau meminta namun tak dijawab.” (Lihat Ihya’ Ulumuddin)

***

Sumber: muslimah.or.id

Disalin dari buku Andai Si Mati Bisa Bicara karangan Sufyan bin Fuad Baswedan dengan sedikit pengeditan.
Baca Selengkapnya...

Selasa, 28 Oktober 2014

Perangkat Peraturan tentang Jabatan Fungsional Umum (JFU).

Sahabat KUA Grogol Petamburan.....

Dalam rangka pemberlakuan Tunjangan Kinerja (Remunerasi) Pegawai di lingkungan Kementerian Agama, seluruh unit dan satuan kerja diminta melakukan pengangkatan seluruh staf / pelaksana yang ada di unit masing-masing, tak terkecuali staf dan kemenag yang ada di Kantor Urusan Agama.

Sebagai acuan di sini kami sediakan links yang bisa diakses untuk melakukan pengangkatan atau peng-SK-an pegawai di unit atau di KUA anda. Silakan disimak.

  1. Draft PMA Nomor ….. Tahun 2014 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Umum Di Kementerian Agama
  2.  Lampiran PMA JFU – Uraian Tugas
  3. Draft PMA Nomor …. Tahun 2014 Tentang Nilai Dan Kelas Jabatan Struktural Dan Jabatan Fungsional Di Lingkungan Kementerian Agama
  4. Lampiran PMA
  5. Draft PMA Nomor …. Tahun 2014 Tentang Pemberian, Penambahan, Dan Pengurangan Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Kementerian Agama
  6. [xlsx] Master Data SK JFU
  7. [pptx] Mekanisme JFU
  8. Surat Sekretaris Jenderal Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Fungsional Umum
Baca Selengkapnya...

Jumat, 24 Oktober 2014

Memaknai Tahun Baru 1436 H.

Sahabat KUA Grogol Petamburan.

Setiap tanggal 1 Muharram kaum Muslim merayakan Tahun Baru Hijriyah. Lazimnya, umat Islam mengadakan pengajian, tablig akbar, ceramah, juga "pawai obor" yang biasanya melibatkan anak-anak.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti diberitakan berbagai media, akan merayakan tahun baru 1436 Hijriah ini secara "akbar", Minggu 26 Oktober 2014, di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

Menurut Ketua Panitia Dr Isran Noor, perayaan ini akan menjadi tonggak persatuan umat. Umat Islam akan menunjukkan jati dirinya. "Kegiatan itu akan menjadi syi'ar agama Islam," jelasnya.

Dikatakannya, peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 Hijriah kali ini sanggup membawa kesadaran masyarakat terhadap makna sesungguhnya, yang tak lepas peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah.

"Peringatan pada tahun ini juga diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik," ujarnya.

Kalimat "mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik" patut kita garisbawahi. Pasalnya, itulah makna tahun baru Islam yang sebenarnya.

Setiap memasuki tahun baru Islam, kaum Muslim hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik.

Peristiwa HIJRAH umat Islam dari Makkah ke Madinah bukan saja mengandung nilai sejarah dan strategi perjuangan, tapi juga mengandung nilai-nilai dan pelajaran berharga bagi perbaikan kehidupan umat secara pribadi dan kejayaan kaum Muslim pada umumnya.

Maka, seyogianya dalam memaknai tahun baru Islam ini, kita menggali kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.

Keutamaan Tahun Hijriyah

Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama 'Tahun Muhammad' atau 'Tahun Umar'. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).

Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura). Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.

Menurut dongeng atau mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang dari India untuk menetap di Tanah Jawa.

Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar bin Khattab.

Seandainya Khalifah Umar berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan "Tahun Umar" sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.

Umar malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam.

Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Keponakan Rasulullah Saw inilah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Dalam buku Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979), Sidi Gazalba, menulis:

''Dipandang dari ilmu strategi, hijrah merupakan taktik. Strategi yang hendak dicapai adalah mengembangkan iman dan mempertahankan kaum mukminin.''

Tahap Awal Daulah Islamiyah

Hijrah adalah momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah yang membentuk tatanan masyarakat Islam, yang diawali dengan eratnya jalinan solidaritas sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah) antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Jalinan ukhuwah yang menciptakan integrasi umat Islam yang sangat kokoh itu telah membawa Islam mencapai kejayaan dan mengembangkan sayapnya ke berbagai penjuru bumi. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani.

Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar.

Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik.

Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Allah SWT meningatkan dalam QS 59:18,  ''Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat).''

Pada awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa merancang hidup agar lebih baik dengan hijrah, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

''Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah,'' sabda Rasulullah. Kita ubah ketidakpedulian terhadap kaum lemah menjadi sangat peduli dengan semangat zakat, infak, dan sedekah.

Selain itu juga mengubah permusuhan dan konflik menjadi persaudaraan dan kerja sama, mengubah pola hidup malas-malasan menjadi giat bekerja, mengubah hidup pengangguran dan peminta-minta menjadi pekerja mandiri, dan tidak bergantung pada belas kasih orang lain.

Dengan kekuatan iman dan keeratan ukhuwah Islamiyah seperti kaum Muhajirin dan Anshar, umat Islam bisa kuat dan bahu-membahu memenangkan partai Allah (hizbullah) yang menegakkan syiar Islam berasaskan tauhid dan ukhuwah, bukan memenangkan partai setan (hizbusy syaithon) yang mengibarkan bendera kebatilan.

Sejarah Tahun Baru Islam: Kalender Hijriyah

Seperti disebutkan di atas, setidaknya ada dua nama penting dalam sejarah kalender Hijriyah, yakni
Umar bin Khathab sebagai pencetus ide penetapan kalender Islam.
Ali bin Abi Thalib sebagai penggagas awal perhitungan tahun.
Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam Zu'amaul Islam (1953) melukiskan:

"Pada suatu hari Khalifah Umar bin Khathab memanggil dewan permusyawaratan untuk membicarakan perihal sistim penanggalan. Ali bin Ali Thalib mengusulkan agar penanggalan Islam dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah sebagai momentum saat ditinggalkannya bumi musyrik. Usul Ali kemudian diterima sidang. Khalifah Umar menerima keputusan sidang dan mendekritkan berlakunya Tahun Hijriyah. Peristiwa hijrah merupakan momentum zaman baru pengembangan Islam, melandasi kedaulatan Islam serta penampilan integritas sebagai agama sepanjang zaman".

Momentum Ukhuwah Islamiyah

Sempat muncul ide, 1 Muharram ditetapkan sebagai "Hari Santri Nasional". Sebaiknya, tanggal hari santri nasional ditetapkan berdasarkan sejarah pesantren di Indonesia, misalnya pesantren pertama di Indonesia.

Jika 1 Muharram dijadikan Hari Santri Nasional, maka cakupannya akan "menyempit" menjadi hanya untuk kalangan santri atau dunia pesantren. Padahal, 1 Muharram adalah hari pertama Tahun Baru Islam (Hijriyah) yang berlaku untuk semua kaum Muslim di seluruh dunia!

Sistem Penanggalan Tahun Hijriyah merefleksikan suatu moment perjuangan umat Islam untuk tetap survive, yakni dengan hijrah dari Makkah ke Madinah.

Dimulainya penanggalan Tahun Hijriyah dari saat hijrah, menunjukan betapa kita harus menghargai dan mengambil hikmah dari peristiwa hijrah yang merupakan struggle for life (perjuangan untuk hidup), struggle for existence (perjuangan untuk menjadi terkuat), sebagaimana dikemukakan Sidi Gazalba dalam dalam Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979).

Hijrah adalah momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah tempat tatanan masyarakat Islam terbentuk.

Pembangunan Daulah Islamiyah Madinah oleh Nabi Muhammad Saw diawali dengan:
Pembangunan masjid (Masjid Quba) sebagai sentral aktivitas umat Islam.
Penguatan rasa persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah) antara kam Muhajirin dan kaum Anshar.
Penyusunan Piagam Madinah sebagai "konstitusi" Negara Islam Madinah yang mengatur hubungan antar warga masyarakat Madinah, termasuk hubungan Umat Islam dengan kaum Yahudi (non-Muslim).
Kaum Muhajirin-Anshar telah mebuktikan bahwa ukhuwah Islamiyah atau solidaritas Islam bisa membawa umat Islam jaya dan disegani musuh-musuhnya.

Daulah Islamiyah yang dibangun mereka di Madinah dengan tuntunan langsung Nabi SAW telah menunjukan toleransi yang sangat tinggi terhadap umat lain yang tidak seiman.

Maka, setiap pergantian Tahun Hijriyah, sebenarnya merupakan momentum pengeratan solidaritas sesama Muslim.

Kita harus menegakkan bahwa sesama mukmin itu saudara, bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan.

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara" (Qs Al-Hujarat 10).

"Orang Mukmin satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan, satu sama lain saling menguatkan" HR. Bukhari dan Muslim].

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam". [HR Bukhari, Muslim, Ahmad].

Semoga kita memahami sejarah tahun baru Islam dengan benar, menyikapinya dengan benar, juga mampu menggali maknanya dengan benar pula hingga mampu memicu semangat hijrah dalam diri, menuju iman, ilmu, dan amal yang lebih baik. Amin...!

(sumber: www.risalahislam.com).

 


Baca Selengkapnya...

Kamis, 02 Oktober 2014

Memahami Makna Filosofi Wukuf Arafah. (part 2)

Sahabat KUA Grogol Petamburan,

Melanjutkan kaji kita tentang esensi arti Wukuf....kali ini dengan merenungkan dan mentadabburi nash-nash Al-Quran dan Hadits.

Sesungguhnya bagian terpenting dan paling menentukan (sah tidaknya) dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah; sebuah perkumpulan yang mulia dan penuh berkah. Para jamaah haji berkumpul bersama-sama menggemakan kalimat talbiyah kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Mereka berharap rahmat Allah Ta’ala, takut akan adzab-Nya, dan meminta fadhilah-Nya di hari perkumpulan teragung umat Islam dunia.

Sahabat,

Perkumpulan akbar ini mengingatkan seorang muslim akan perkumpulan yang maha dahsyat pada hari kiamat di pada mahsyar. Hari dimana manusia pertama dan yang paling terakhir dikumpulkan. Mereka semua menunggu putusan yang akan mengantarkan mereka kepada suatu kedudukan, apakah mendapat kenikmatan ataukah adzab. Hari dimana mereka dihadapkan kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَعُرِضُوا عَلَى رَبِّكَ صَفًّا

“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.” (QS. Al-Kahfi: 48).

Allah Jalla wa ‘Ala juga berfirman,

يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al-Haqqah: 18).

Pada hari yang besar itu, Allah akan kumpulkan seluruh hamba-Nya sebagaimana firman-Nya,

لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ

“Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya.” (QS. An-Nisa: 87).

Firman-Nya yang lain,

يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ذَلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ

“(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan.” (QS. At-Taghabun: 9).

Dan Dia juga berdirman,

ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ

“Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).” (QS. Hud: 103).

Sahabat,

Pada hari itu Allah kumpulkan manusia yang pertama dan manusia yang terakhir dalam satu tempat.

قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ (49) لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ

“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (QS. Al-Waqi’ah: 49-50).

Tidak ada seorang pun yang bakal luput dari perkumpulan terbesar ini. Orang yang dahulu wafat dalam keadaan tertimpa bangunan, orang yang wafat hilang di suatu tempat, orang yang wafat karena dimangsa hewan buas, dll. Semuanya akan dikumpulkan, tanpa satu pun yang terluput. Allah Ta’ala berfirman,

وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا

“dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka.” (QS. Al-Kahfi: 47).

Firman-Nya juga,

أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 147).

Firman-Nya yang lain,

إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا (93) لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا (94) وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا

“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 93-95).

Kita semua akan dikumpulkan di bumi yang berbeda dari bumi yang kita hidup sekarang ini. Allah Ta’ala berfirman,

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS. Ibrahim: 48).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita bagaimana sifat dari bumi yang menjadi tempat manusia berkumpul itu. Dari Sahl bin Saad, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ كَقُرْصَةِ النَّقِيِّ لَيْسَ فِيهَا عَلَمٌ لِأَحَدٍ

“Pada hari kiamat kelak, manusia akan dikumpulkan di bumi yang sangat putih berbentuk bulat pipih dan datar tidak ada tanda (bangunan) milik siapapun di atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Yakni semua manusia akan dikumpulkan di suatu tempat yang tinggi, tidak ada lembahnya, juga tidak ada pegunungan, tidak ada bebatuan besar dan tidak ada juga tempat tinggal atau bangunan.

Sahabat,

Manusia akan dikumpulkan pada hari itu tanpa mengenakan alas aki, tanpa sandal. Mereka juga dikumpulkan dalam keadaan telanjang, tanpa sehelai pakaian pun, dan belum dikhitan. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا ثُمَّ قَرَأَ : ﴿ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ ﴾ [الأنبياء:١٠٤]

“Sesungguhnya kalian dikumpulkan dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak dikhitan. (Beliau mengutip firman Allah) ‘Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya’. (QS. Al-Anbiya: 104).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ketika ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda;

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا

“Manusia dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak dikhitan.” Aisyah menanggapi, “Wahai Rasulullah, laki-laki dan wanita dikumpulkan bersama, mereka akan saling melihat?” Rasulullah menjawab,

يَا عَائِشَةُ الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ

“Wahai Aisyah, urusan pada hari itu jauh lebih berat (untuk terpikirkan) melihat satu sama lainnya.”

Sahabat,

Pada hari itu, matahari turun merendah, sangat dekat di atas kepala manusia. Hingga jaraknya sekitar satu mil saja. Tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan arsy-Nya ar-Rahman. Siapa yang berlindung di naungan arsy, maka ia akan terlindungi. Bagi siapa yang terpapar terik matahari yang membakar, maka ia akan binasa. Saat itu manusia berdesakan dan saling mendorong antara satu dengan yang lain. Kaki-kaki saling berebut posisi. Dan leher serasa terpotong-potong karena haus.

Semua manusia berkumpul di tempat dengan matahari yang sangat terik, dengan nafas yang tersengal-sengal, dalam keadaan berdesak-desakan, dan keringat mereka membanjiri bumi. Kemudian keringat tersebut terus membanjiri dan menenggelamkan manusia berdasarkan amalan masing-masing. Berdasarkan kedudukan mereka di sisi Rabb semesta alam, termasuk orang yang berbahagia atau orang yang binasa. Di antara mereka ada yang keringatnya membanjirinya hingga mata kaki, ada yang hingga sebatas telinganya, dan ada yang tenggelam karena keringatnya. Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْرَقُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَذْهَبَ عَرَقُهُمْ فِي الْأَرْضِ سَبْعِينَ ذِرَاعًا وَيُلْجِمُهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ آذَانَهُمْ

“Pada hari kiamat, manusia berkeringat, sehingga keringat mengalir ke bumi tujuh puluh hasta dan menenggelamkan mereka hingga telingga.” (HR. Bukhari).

Dari al-Miqdad bin al-Aswad radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ ؛ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا ، قَالَ وَأَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى فِيهِ

“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil. Maka manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua betisnya. Adapula yang sampai pinggangnya. Ada juga yang keringatnya sungguh-sungguh menyiksanya.” Perawi berkata: “Rasulullah menunjuk dengan tangannya ke dalam mulutnya”.

Sahabat,

Hari itu sebanding dengan 50.000 tahun menurut perhitungan kita di dunia ini.

Allah Ta’ala berfirman,

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4).

Dan dalam Sahih Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ ، كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

“Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”

Sahabat,

Pada hari itu, Allah Jalla wa ‘Ala melindungi orang-orang yang beriman. Bagi orang yang beriman hari kiamat tersebut hanya berlangsung seolah-olah waktu zuhur dan asar. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَوْمُ الْقِيَامَةِ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كَقَدْرِ مَا بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ

“Lama hari kiamat bagi orang-orang beriman seperti waktu antara zuhur dan asar.” (HR. Hakim).

Kita memohon kepada Allah dengan karunianya untuk melindungi kita pada hari ini.

Orang-orang yang beriman juga akan mendapatkan perlindungan dari Allah Subhanahu waTa’ala. Mereka dinaungi oleh naungan-Nya. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman pada hari itu,

أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي ، الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي

“Dimana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka saat tidak ada naungan pada hari ini selain naungan-Ku.”

Pada hari itu, manusia merasakan ketakutan. Mereka mendatangi para nabi agar para nabi itu memohonkan syafaat kepada Allah agar segera memulai keputusan dan hukum untuk hamba-hamba-Nya. Para nabi itu pun tidak bisa memenuhi permintaan mereka kecuali Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sayalah untuk perkara tersebut.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun terus bersujud di bawah arsy Allah, memohon kepada-Nya. Dengan petunjuk dari Allah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah dengan puja-puji yang belum pernah diucapkan oleh seorang pun sebelum beliau. Hingga kemudian Allah berfirman;

ارْفَعْ رَأْسَكَ وَسَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ

“Angkatlah kepalamu! Mintalah, pasti engkau akan diberi. Dan berilah syafaat, pasti akan dikabulkan.”

Saat itu, Allah ‘Azza wa Jalla membagi para hamba-Nya.

Ini adalah makna firman Allah Ta’ala,

وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا (22) وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى (23) يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

“Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris. Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”.” (QS. Al-Fajr: 22-24).

Renungkanlah wahai hamba Allah, suatu hari yang telah dijelaskan kepada kita tentang keadaannya. Hendaknya kita bertakwa kepada Allah dan membekali diri dengan sebaik-baik perbekalan untuk kembali kepada-Nya. Allah Ta’ala menutup ayat tentang haji dengan firman-Nya,

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Bertakwalah kepada Allah dan ketauhilah hanya kepada-Nya kalian akan dikumpulkan.” (QS. Al-Baqarah: 203).

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bertakwa. Dan melindungi kita pada hari kebangkita itu. Hanya dengan kasih dan karunia-Nya kita bisa merasakan keamana pada hari yang ketakutan begitu mencekam.

Sahabat,

Barangsiapa yang menyadari bahwa dia akan berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat, maka ia juga harus menyadari bahwa Allah akan menghisab dan mengaudit serta membalas amalan setiap hamba-Nya. Barangsiapa yang tahu kalau Allah akan menghisabnya dengan mempertanyakan semua perbuatannya, maka hendaknya ia menyiapkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Siapkanlah jawaban yang benar.

Hanya Orang yang cerdas yang menundukkan hawa nafsunya, dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Dan hanya orang yang lemah yang selalu memperturutkan hawa nafsunya dan panjang angan-angannya.

قُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

Baca Selengkapnya...

Memahami Makna Filosofi Wukuf Arafah 1.


Sahabat KUA Grogol Petamburan,



Salah satu rukun dari sekian banyak rukun haji yang paling utama adalah Wukuf di Arafah. Wukuf bermakna berhenti. Berasal dari kata kerja waqafa-yaqifu artinya berhenti atau berdiam.

Secara Syar’ie, wukuf itu berdiam diri di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah mulai dari tergelincirnya matahari (setelah jam 12 siang) waktu dzhuhur hingga waktu maghrib dengan tata cara yang telah ditentukan secara syar’ie. Padang Arafah adalah salah satu daerah perbukitan di seputar kota Mekkah.

Secara filosofi, Wukuf mengandung makna menghentikan seluruh kesibukan akal, untuk kemudian bercermin, mengintrospeksi dan mengenali diri dalam rangka mengenal Allah SWT. "Man Arofa Nafsahu faqod arofa Robbahu" (orang yang mengenali dirinya dapat mengenal Tuhannya). Sedang kata Arafah secara maknawi berarti ma’rifah, yaitu mengenal. Ia berasal dari kata kerja ‘arafa-ya’rifu yang artinya mengenal. Dalam hal ini, makna mengenal diarahkan untuk lebih jauh mengenal kekuasaan dan kebesaran Tuhan Maha Pencipta Allah SWT.

Rasulullah saw bersabda :

الحَـجُّ هُوَ عَـرَفَةٌ

“Haji adalah wukuf di Arafah”

Wukuf merupakan puncak dari sekian banyak rangkaian ibadah haji. Karena itu, Rasulullah saw memberikan sinyal tentang penisbatan wukuf kepada ibadah haji itu sendiri. Haji itu ya wukuf di Arafah.

Mengapa Wukuf menjadi puncak dari ibadah haji ?

Sesuai dengan namanya bahwa wukuf adalah berdiam, berkontemplasi, bertafakkur, dan bertadabbur. Berdiam di sini bertujuan untuk mengenal dan membaca diri. Mengenal diri mengandung implikasi logis bahwa ibadah haji itu bermakna juga mengenal Allah. Tidak ada hal yang lebih tinggi dari mengenal Allah. Jika ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang paling tinggi derajatnya, maka wukuf menempati derajat yang paling tinggi dari sekian banyak aktifitas ibadah haji.

Setelah sebelumya memakai pakaian ihram yang bermakna mengharamkan diri dari segala yang dilarang dalam aturan-aturan ihram, maka wukuf adalah perjalanan selanjutnya dari proses pengharaman diri itu. Artinya, strategi untuk mengenal Allah hanya dapat dicapai semata-mata dengan menjaga diri dari segala sesuatu yang dilarang (oleh Allah). Pelarangan-pelarangan ketika berihram adalah simbolisasi tentang sebuah pencapaian keadaan fitrah, yakni keadaan asli dimana Allah swt sendiri menjadi Pengambil ikrar akan sebuah kesaksian. Kesaksian awal tentang sebuah pengakuan hamba akan statemen dan penegasan Tuhan. Statemen Allah swt itu adalah :

dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhan kalian?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami telah menyaksikannya”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (al-A’raf (7) : 172)

Mengapa Tuhan mesti dikenali melalui Wukuf ?

Wukuf di padang Arafah merupakan simbolisasi dari zona ruhani. Sebuah pola untuk berma’rifat. Tak ’kan ada sebuah pencapaian tanpa memberhentikan gerak kehidupan terlebih dahulu. Dan gerak kehidupan itu bertitik pusat pada akal pikiran. Memberhentikan akal fikiran dalam gerak kehidupan bermakna mengembalikannya pada kondisi awal. Dari sinilah, seorang yang menjalankan wukuf memulai untuk bertaraqqi (memanjat) kepada alam asalnya.

Jendela terhadap dunia penampakan yang bertitik pusat pada akal pikiran itu terletak pada panca indera. Indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba, semuanya berpusat pada akal. Partikel-partikel dunia masuk melalui panca indera tersebut. Partikel-partikel dunia itulah yang membuat segala macam keramaian di dunia. Ia harus dikembalikan pada fitrahnya dengan cara menutup semua lobang panca indera melalui wukuf. Akal pikiran dimurnikan kembali dan dikalibrasi sehingga tidak ia bergeser terlalu jauh dari posisi yang semestinya.

Menghentikan gerak akal sementara waktu bertujuan untuk menenangkannya. Akal yang tenang akan tunduk pada jiwa yang tenang. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang bisa kembali kepada Tuhannya. Ke arah sanalah agama mengajarkan para pemeluknya agar senantiasa mencapai satu titik ketenangan yang bisa membawa dirinya kepada hakekat kejadian awal. Kejadian awal manusia itu adalah ikrarnya di hadapan Tuhan. “alastu birabbikum, qooluu balaa syahidnaa”, bukankah Aku ini Tuhan kalian, mereka berkata; “ya kami telah bersaksi”.

Lebih lanjut, Akal yang tenang akan selalu tunduk pada jiwa yang tenang yang akan mendapatkan suntikan energy, sehingga daya tampungnya menjadi lebih luas. Pandangannya tajam terhadap tanda-tanda alam. Sensitifitas kecerdasannya akan selalu membawa kemaslahatan bagi lingkungan dan alam semesta.

27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, 30. Masuklah ke dalam syurga-Ku. (al-Fajr : 27-30).

Gerak akal yang muncul dari panca indera, menjadikannya terbebani oleh persoalan-persoalan dunia. Dunia telah menarik fungsi akal dan mengikat kuat manusia sehingga ia menjadi bodoh, lemah dan terpuruk. Belenggu dunia telah membawa akal sehingga ia tidak mampu berpikir untuk soal-soal yang sangat sederhana. Akal telah terpenjara oleh penampakan panca indera dan cara pandangnya terhadap dunia. Sifat-sifat buruk yang muncul dan menjadi penyakit hati berasal dari penampakan dunia masuk melalui panca indera. Kebencian, kedengkian, iri hati, sombong, riya, sum’ah, buruk sangka, sakit hati, dan penyakit-penyakit lainnya telah menjerumuskan manusia menjadi makhluk yang sangat kerdil dan terhina. Saat itulah manusia telah menjadi bodoh.

Belenggu dunia yang mengikat kuat akal pikiran manusia adalah berhala yang nyata. Ia bukan berada di luar diri (extern), tetapi di dalam diri (intern). Ia membentuk sebuah gambar yang membuat manusia menjadi senang ataupun susah. Gambar-gambar yang muncul di dalam bayangan akal pikiran telah membelenggu dan menjadi penghalang bagi manusia untuk menuju Tuhannya.

Melalui media Wukuf Arafah kesadaran dan peran akal pikiran kembali dipulihkan agar dapat menjalankan fungsi dan missi yang telah Allah berikan sehingga dapat mengendalikan gerak kehidupan ke arah yang diridhoi-Nya.

Ingat Sahabat,

Hanya Orang yang cerdas yang menundukkan hawa nafsunya, dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Dan hanya orang yang lemah yang selalu memperturutkan hawa nafsunya dan panjang angan-angannya. Semoga kita makin cerdas dan dicerdaskan. Amiin.
Baca Selengkapnya...